Warga Pangandaran ini Kaget, Setifikat Tanahnya Diatas namakan Orang lain oleh BPN
Pangandaranlife.com - PTSL adalah proses pendaftaran tanah untuk pertama kali, yang dilakukan secara serentak dan meliputi semua obyek pendaftaran tanah yang belum didaftarkan di dalam suatu wilayah desa atau kelurahan atau nama lainnya yang setingkat dengan itu. Melalui program ini, pemerintah memberikan jaminan kepastian hukum atau hak atas tanah yang dimiliki masyarakat.
Baca juga : Warga Forum Peduli Desa Sukaresik Datangi Kantor BPN Tuntut Penyelesaian Polemik Tanah Tanjung Cemara
Metode PTSL ini merupakan inovasi pemerintah melalui Kementerian ATR/BPN untuk memenuhi kebutuhan dasar masyarakat: sandang, pangan, dan papan. Program tersebut dituangkan dalam Peraturan Menteri No 12 tahun 2017 tentang PTSL dan Instruksi Presiden No 2 tahun 2018.di Kabupaten Pangandaran sendiri program PTSL ini cukup banyak diminati, selain dikarenakan biaya dikarenakan prosesnya mudah juga murah jika dibandingkan . Tetapi dalam praktiknya Program PTSL ini tidak sedikit memunculkan masalah di Lapangan seperti salah satunya yang dialamai oleh Ahmad Warga Desa Parigi yang sempat mendaftarkan tanahnya melalui program PTSL tersebut.
Ahmad warga Dusun Babakan Desa Parigi mengaku mendaftarkan PTSL dengan membayar RP. 150.000 kepada pihak Desa, tetapi dirinya mengaku sama sekali tidak pernah diberikan isian formulir permohonan dari BPN Pangandaran.
“Jadi saya daftar PTSL itu tahun 2017, persyaratannya kalau gak salah waktu itu SPPT, KTP dan Waktu sertifikatnya jadi sekitar 2022 tetapi Sertifikatnya bukan atas nama saya, dan memang pada waktu itu Saya juga tidak pernah mengisi atau diberikan formulir pengajuannya oleh pihak BPN” terang Ahmad.
Ahmad melanjutkan meskipun memang di Sertifikat itu ditulis atas nama bapaknya sendiri tetapi secara Administrasi itu tanah tersebut seharusnya atas nama Saya “Secara Administrasi seharusnya itu atas nama Saya, karena Saya pada Akta Jual beli (AJB) diatas namakan atas nama Saya, jadi waktu itu Saya berpikir bahwa terjadi cacat Administrasi yang telah dilakukan oleh BPN Pangandaran”, ujarnya.
Kemudian Ahmad menjelaskan kembali bahwa dirinya sempat mengkomunikasikan perihal kesalahan tersebut dan meminta Revisi kepada pihak BPN Pangandaran, pada awalnya pihak BPN Pangandaran menolak untuk mengatasi masalah tersebut dikarenkan Sertifikatnya sudah jadi, tetapi Ahmad kembali melakukan permohonan dengan menyertakan Surat yang berisi keberatannya dan didalamnya menjelaskan tentang adanya Cacat Administrasi sesuai dengan Pasal 106 ayat (1) Permen Agraria/BPN 9/1999.
“Jadi pas sertifikatnya jadi, saya langsung protes ke BPN, awalnya ditolak tetapi saya coba kedua kalinya dengan memberikan surat yang berisi tentang adanya cacat administrasi didalam pembuatan sertifikat tersebut, tapi BPN waktu itu menyangkal kalau terjadi cacat administrasi, karena katanya itu sudah sesuai Prosedur dan beranggapan AJB juga tidak disertakan pada saat proses pendaftaran, padahal saya sendiri tidak tahu kalau AJB harus disertakan karena pihak Desa sendiri tidak memintanya kepada Saya. Tetapi kendati demikian BPN Pangandaran pada akhirnya melakukan media dengan Pihak Desa untuk melakukan perubahan pada Sertifikat tanah tersebut”, terang Ahmad
Kemudian Ahmad kembali menerangkan “Nah waktu itu karena BPN Pangandaran menyarankan, kalau misalnya Sertifikat tanah tersebut di cacat Administrasikan maka itu harus dilakukan sidang, oleh karenanya pihak BPN Pangandaran memberikan opsi untuk semacam Revisi dengan melakukan mediasi antara Saya, BPN dengan Pihak Desa Parigi pada 22 September 2022 bahwasanya terjadi kesalahan Subjek Tanah”.
Selanjutnya selesai Mediasi atau delapan bulan berlalu Ahmad kembali mendatangi BPN Pangandaran dan menanyakan terkait perkembangan sertifikatnya, tetapi pada waktu itu ternyata BPN Pangandaran sama sekali belum memprosesnya.
“Jadi setelah beberapa bulan berlalu, pada bulan mei 2023 saya datan lagi ke kantor BPN, dan ternyata belum jadi, alasannya katanya karena Surat Keterangan pada Subjek Tanahnya yang dari Desa terdapat kesalahan kurang lengkap datanya, tidak ada NIB dan objeknya tidak jelas, tetapi BPN Pangandaran sendiri tidak pernah mengkomunikasikannya terhadap saya, sehingga saya berpikir tidak ada itikad baiik dari pihak BPN Pangandaran akhirnya waktu itu saya bikin ulang”, terangnya
“Lalu sebulan setelah itu, Saya datang kembali ke BPN dan ingin mengetahui bagaimana prosesnya, ternyata tidak ada perkembanganya juga, bahkan tidak ada kejelasan kapan dan bagiamananya, padahal dulu saya pernah konsultasi ke Notaris, dan dengan biaya tujuh juta rupiah, masalah ini bisa diselesaikan dengan cepat, namun saya tidak punya uang sehingga saya coba menempuhnya menggunakan cara Saya sendiri, tetapi ternyata seperti tidak ada itikad baiknya, padahal saya sudah menempuh opsi yang disarankan oleh BPN sendiri, jadi saya merasa sedang dipermainkan saja dan juga kecewa ternyata proses Administrasi berbelit – belit yang telah ditempuhnya terkesan seperti sebuh formalitas belaka”, pungkasnya.
Posting Komentar untuk "Warga Pangandaran ini Kaget, Setifikat Tanahnya Diatas namakan Orang lain oleh BPN "
Komentari postingan ini ?